Objektivitas dan Subjektivitas
Objektivitas dan subjektivitas sejarah merupakan suatu hal yang sering menjadi masalah yang sering diperdebatkan oleh masyarakat. Objektivitas dan Subjektivitas berkaitan dengan apa-apa yang ada di dalam dan diluar pikiran manusia. Dalam hal ini, objektivitas adalah hal-hal yang bisa diukur yang ada di luar pikiran atau persepsi manusia. Subjektivitas adalah kesaksian atau tafsiran yang merupakan gambaran hasil parasaan atau pikiran manusia.
Pandangan objektif akan cenderung bebas nilai sedangkan subjektif sebaliknya. Keduanya memiliki kelebihan-kekurangannya. Dalam tradisi ilmu pengetahuan objektivitas akan menghasilkan pengetahuan kuantitatif sedangkan subjektivitas akan menghasilkan pengetahuan kualitatif. Misalnya : dalam pengukuran usia homo erectus yang terdapat di Jawa. Fosil homo erectus yang ditemukan di Jawa hampir mirip dengan temuan fosil yang ada di Cina yaitu homo pekinensis. Disini bila seorang sejarawan berfikir secara subjektif akan menafsirkan bahwa usia kedua jenis fosil tersebut memiliki usia yang sama karena bentuk fosil keduanya sama. Sedangkan bila secara objektif, seorang sejarawan akan meneliti lebih lanjut fosil yang ditemukan baik melalui bentuk fosil yang mereka dapat dan membandingkannya dengan fosil yang lain, maupun dengan melakukan tes labolatorium. Berikut pengertian lebih jelasnya mengenai subjektifitas dan objektifitas dalam sejarah.
a.Subjektivitas
Subjektivitas adalah
kesaksian atau tafsiran yang merupakan gambaran hasil parasaan atau pikiran
manusia. Jadi, subjektivitas adalah suatu sikap
yang memihak dipengaruhi oleh pendapat pribadi atau golongan, dan dipengaruhi oleh nilai-nilai yang
melingkupinya. Dalam sejarah sukyektifitas banyak terdapat dalam proses interpretasi.
Sejarah, dalam mengungkapkan faktanya membutuhkan interpretasi dan interpretasi
melibatkan subyek. Dalam subjektivisme, dimana objek tidak lagi dipandang
sebagaimana seharusnya, tetapi dipandang sebagai kreasi dan konstruksi akal
budi. subjektif diperbolehkan selama tidak mengandung subjektivistik yang
diserahkan kepada kesewenang-wenangan subjek, dan konsekuensinya tidak lagi
real sebagai objektif.
Dalam suatu peninggalan
sejarah, seorang sejarawan menggunakan analisis dan penafsirannya. Di sinilah
akan muncul subjektivitas dalam penulisan sejarah. Dia berusaha untuk
menerangkan mengapa, bagaimana peristiwa
terjadi dan mengapa saling berhubungan dengan peristiwa lain serta
berupaya menceritakan apa, bilamana,
dimana terjadi dan siapa yang ikut serta didalamnya. Sehingga dalam
penulisannya lebih bermakna.
Dalam merekonstruksi suatu
peristiwa sejarah tidaklah akan untuk bagaimana peristiwa itu terjadi dimasa
lampau. Hal ini disebabkan karena banyaknya hal atau rangkaian peristiwa yang
hilang atau memang sengaja dihilangkan. Karena alasan itu juga, penafsiran dari
seorang sejarawan sangat diperlukan untuk menghubungkan suatu peristiwa dengan
peristiwa yang lain. Sehingga mendekati kebenaran. Dari sini dapat dilihat
bahwa suatu penulisan peristiwa sejarah itu tidak dapat lepas dari unsur subjektivitas.
Karena dalam penulisan sejarah itu tidak dapat objektif 100%. Dalam penulisan
sejarah, seseorang tidak dapat melepaskan subjektifitasnya. Terdapat 2 faktor utama yang dapat menjadikan suatu
penulisan sejarah bersifat subjektif, yaitu :
1. Pemihakan
pribadi (personal bias) : Persoalan suka atau tidak suka pribadi
terhadap individu-individu atau golongan dari seseorang dapat mempengaruhi
subjektivitas dari penulisan sejarah.
2.
Prasangka kelompok (group
prejudice) : Keanggotaan sejarawan dalam suatu kelompok (ras, golongan,
bangsa, agama) dapat membuat mereka memiliki pandangan yang bersifat subjektif
dalam mengamati suatu peristiwa sejarah.
b.Objektivitas
Objektivitas adalah hal-hal
yang bisa diukur yang ada di luar pikiran atau persepsi manusia. Sikap
objektifitas tidak akan dipengaruhi oleh
pendapat pribadi atau golongan didalam mengambil keputusan. Jadi, objektivitas adalah usaha mendekatkan
diri pada obyek atau dengan kata lain berarti bertanggung jawab pada kebenaran
objek. Seorang sejarawan dalam merekonstruksi sejarah, harus mendekati
objektivitas, karena akan didapat gambaran rekonstruksi yang mendekati
kebenaran.
Dalam merekonstruksi suatu
peristiwa sejarah diperlukan bukti-bukti sejarah atau lebih tepatnya fakta
sejarah. Fakta atau peninggalan sejarah itu disebut objek, baik yang bersifat
artifak, dokumen tertulis, dan lain sebagainya. Sejarawan selalu dituntut
supaya dengan sadar dan jujur mengikatkan diri pada objek dan berfikir secara
objektif. Seorang sejarawan dalam penulisan atau rekonstruksi suatu peristiwa
sejarah diharapkan untuk tidak memihak. Maksudnya tidak terpaku secara subjektif
100% maupun objektif 100%. Kendati
demikian, sejarawan tetap tidak bisa objektif secara total. Hal ini diakibatkan
keterbatasan sumber yang ditemukan dan faktor lainnya.
Nilai karya sejarawan akan
selalu tergantung pada nilai objektivitasnya. Suatu karya sejarah akan jauh
nilainya lebih baik apabila sejarawan dengan sengaja tidak objektif. Arti
sederhana dari kata objektifitas dalam sejarah objektif adalah sejarah dalam
kenyataan, jadi kejadian itu terlepas dari subjek.
Unsur yang harus ada dalam sejarah
objektif adalah:
- Kebenaran mutlak
- Sesuai dengan kenyataan, termasuk juga yang tersembunyi.
- Tidak memihak dan tidak terikat
- Kondisi – kondisi yang harus lengkap untuk semua peristiwa
Seorang sejarawan asal Amerika Serikat, Garraghan
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan objektivitas sejarah adalah:
Ø Objektivitas
tidak berarti menuntut agar sejarawan bebas sepenuhnya dari
kecurigaan-kecurigaan awal yang bersifat sosial, politis, agama, atau lainnya.
Ø Objektivitas
tidak berarti menuntut agar sejarawan mendekati tugasnya terlepas dari semua
perinsip, teori dan falsafah hidupnya.
Ø Obyektifitas
tidak berarti menuntut agar sejarawan bebas dari simpati terhadap obyeknya.
Ø Objektivitas
tidak berarti menuntut agar pembaca mengekang diri dari penilaian atau penarikan
konklusi.
Ø Objektivitas
sejarawan tidak berarti bahwa semua situasi yang menimbulkan peristiwa historis
dicatat sesuai dengan kejadiannya.
c.Kesimpulan
Objektivitas dan subjektivitas
merupakan dua kata yang seringkali salah difahami oleh sebagian orang terutama
dalam penulisan sejarah. Padahal kata objektif dalam penulisan sejarah mengacu
pada peristiwa yang sebenarnya terjadi dan tidak bisa terulang lagi. Sedangkan
sejarah yang subjektif merupakan gambaran dari peristiwa sejarah yang di tulis
oleh seorang sejarawan. Karena itu kedua-duanya merupakan bagian dari penulisan
sejarah.
nice article... its gives a clear understanding for myself, before tkz
BalasHapusMakasi gan
BalasHapussip
BalasHapusPlisss jawab ya... penulisan sejarah yang baik itu secera objektif atau subjektif?
BalasHapusObjektif
HapusArtikel yang bermanfaat, terimakasih
BalasHapusBisa juga kunjungi blog sulpianadwi.blogspot.com . Terimakasih
BalasHapusKeren artikelnya😍😊
BalasHapus